0 komentar

Perjalanan Jauh Bimbingan dan Konseling sebagai Sebuah Profesi


Kehadiran layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang cukup panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu, bersamaan dengan munculnya kebutuhan akan penjurusan di.SMA pada saat itu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian nama, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. sampai dengan sekarang. Akhir-akhir ini ada sebagaian para ahli meluncurkan sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan.
Bersamaan dengan perubahan nama tersebut, didalamnya terkandung berbagai usaha perubahan untuk memantapkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi. Kendati demikian harus diakui bahwa untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi yang dapat memberikan manfaat banyak, hingga saat ini tampaknya masih perlu kerja keras dari semua pihak yang terlibat dengan profesi bimbingan dan konseling.
Dalam tataran teoritis, teori-teori bimbingan dan konseling hingga saat ini boleh dikatakan sudah berkembang cukup mantap, dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya dan bahkan relatif mendahului teori-teori yang dikembangkan dalam pembelajaran untuk mata pelajaran – mata pelajaran di sekolah. Perkembangan teori bimbingan dan konseling terutama dihasilkan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi bimbingan dan konseling, baik yang bersumber dari penelitian maupun hasil pemikiran kritis para ahli. Sayangnya, teori-teori itu pun sepertinya tersimpan rapih dalam gudang perguruan tinggi yang sulit diakses oleh para konselor di lapangan. Di sisi lain, teori-teori bimbingan dan konseling yang dihasilkan melalui penelitian oleh para praktisi di sekolah-sekolah tampaknya belum berkembang sepenuhnya sehingga kurang memberikan kontribusi bagi perkembangan profesi bimbingan dan konseling.
Kendala terbesar yang dihadapi untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai profesi yang handal dan bisa sejajar dengan profesi-profesi lain yang sudah mapan justru terjadi dalam tataran praktis. Manfaat bimbingan dan konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat, karena penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas. Kesan lama, bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah“pun hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa. Menurut pandangan penulis, setidaknya terdapat dua faktor dominan yang diduga menghambat terhadap laju perkembangan profesi bimbingan dan konseling di Indonesia , yaitu :
1. Kelangkaan Tenaga Konselor
Tenaga konselor yang berlatar bimbingan dan konseling memang masih belum memenuhi kebutuhan di lapangan. Selama ini masih banyak sekolah yang menyelenggarakan Bimbingan dan Konseling tanpa didukung oleh tenaga konselor profesional dalam jumlah yang memadai. Sehingga, tenaga bimbingan dan konseling terpaksa banyak direkrut dari non bimbingan dan konseling, yang mungkin hanya dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang bimbingan dan konseling yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang bimbingan dan konseling, yang tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja bimbingan dan konseling itu sendiri, baik secara personal maupun lembaga.
Meminjam bahasa ekonomi, kelangkaan ini diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan antara demand dan supply. Tingkat produktivitas dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan penghasil tenaga konselor tampaknya relatif masih terbatas jumlahnya dan belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Demikian pula dalam distribusinya relatif tidak merata. Contoh kasus, di beberapa daerah ketika melakukan rekrutment untuk tenaga konselor dalam testing Calon Pegawai Negeri Sipil ternyata tidak terisi, bukan dikarenakan tidak ada peminatnya, tetapi memang tidak ada orangya ! Boleh jadi ini merupakan dampak langsung dari otonomi daerah, dimana kewenangan rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil diserahkan kepada daerah, dan tidak semua daerah mampu menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya kebutuhan tenaga konselor di daerahnya.
Oleh karena itu, ke depannya perlu dipikirkan bagaimana Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan pencetak tenaga konselor untuk dapat memproduksi lulusannya, dengan memperhitungkan segi kuantitas, kualitas dan distribusinya., sehingga kelangkaan tenaga konselor dapat segera diatasi.
2. Kebijakan Pemerintah yang kurang berpihak terhadap profesi bimbingan dan konseling
Banyak terjadi kejanggalan dan ketidakjelasan kebijakan dari pemerintah pusat tentang profesi bimbingan dan konseling. Ketidakjelasan semakin dirasakan justru pada saat kita sedang berupaya mereformasi pendidikan kita. Contoh kasus terbaru, ketika digulirkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga saat ini sama sekali belum memberikan kejelasan tentang bagaimana bimbingan dan konseling seharusnya dilaksanakan. Dalam dokumen KTSP, kita hanya menemukan secuil informasi yang membingungkan tentang bimbingan dan konseling yaitu berkaitan dengan kegiatan Pengembangan Diri.
Begitu juga, dalam kebijakan sertifikasi guru, banyak konselor dan pengawas satuan pendidikan yang kebingungan untuk memahami tentang penilaian perencanaan dan pelaksanaan bimbingan dan konseling, karena format penilaian yang disediakan tidak sepenuhnya cocok untuk digunakan dalam penilaian perencanaan dan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Tentunya masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan yang dirasakan di lapangan, baik yang bersifat konseptual-fundamental maupun teknis operasionalnya.
Ketidakjelasan kebijakan tentang profesi bimbingan dan konseling pada tataran pusat ini akhirnya mengimbas pula pada kebijakan pada tataran di bawahnya (messo dan mikro), termasuk pada tataran operasional yang dilaksanakan oleh para konselor di sekolah. Jadi, kalau ada pertanyaan mengapa Bimbingan dan Konseling di sekolah kurang optimal, maka kita bisa melihat sumber permasalahannya, yang salah-satunya adalah ketidakjelasan dalam kebijakan pemerintah terhadap profesi bimbingan dan konseling.
Jika ke depannya, bimbingan dan konseling masih tetap akan dipertahankan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, kiranya perlu ada komitmen dan good will dari pemerintah untuk secepatnya menata profesi bimbingan dan konseling, salah satunya dengan berupaya melibatkan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) selaku wadah yang menaungi para konselor dan para pakar bimbingan dan konseling untuk duduk bersama merumuskan bagaimana sebaiknya kebijakan bimbingan dan konseling untuk hari ini dan ke depannya. Walaupun dalam hal ini mungkin akan terjadi tawar-menawar yang cukup alot di dalamnya, tetapi keputusan yang terbaik demi kemajuan profesi bimbingan dan konseling tetap harus segeradiambil. !
Dengan teratasinya kelangkaan tenaga konselor dan keberhasilan upaya pemerintah dalam menata profesi bimbingan dan konseling, niscaya pada gilirannya akan memberikan dampak bagi perkembangan konseling ke depannya, sehingga profesi konseling bisa tumbuh dan berkembang menjadi sebuah profesi yang dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan kemajuan negeri ini. Jika tidak, maka profesi bimbingan dan konseling tetap saja dalam posisi termarjinalkan.
================
DIAMBIL DARI :
*)) Akhmad Sudrajat, M.Pd. Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan dan Dosen pada Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP-UNIKU.
read more
0 komentar

Gagasan tentang Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013


Draft Pengembangan Kurikulum 2013 baru saja diluncurkan dan saat ini sedang memasuki tahap Uji Publik. Saya sudah mengunjung website resmi Uji Publik Pengembangan Kurikulum 2013 secara online untuk berpartisipasi menyampaikan pemikiran saya terkait dengan Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013, tetapi karena disana hanya disediakan ruang komentar yang tidak begitu leluasa, ditambah terkendala oleh persoalan koneksi server, maka saya memutuskan untuk menyampaikannya di sini, dengan harapan semoga pihak yang terkait dengan upaya Pengembangan Kurikulum 2013 dapat membaca dan memahami apa yang sedang bergolak dalam pikiran saya ini.
Berkaitan dengan Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013, terdapat beberapa hal yang ingin saya sampaikan:
  • Belum tergambarkannya secara jelas bagaimana posisi layanan Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013, telah menimbulkan keresahan tersendiri di kalangan guru BK/Konselor. Hal ini terungkap dari diskusi yang berkembang dalam beberapa komunitas BK di jejaring sosial FaceBook, diantaranya di Komunitas ABKIN dan IBKS. Intinya, mereka mempertanyakan dimana dan mau kemana BK dalam Kurikulum 2013.
  • Kendati dalam Draft Pengembangan Kurikulum 2013 tidak dikemukakan secara eksplisit, saya masih bisa berprasangka positif. Dalam arti, saya yakin bahwa pemerintah masih memiliki kearifan untuk melihat bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari sistem pendidikan kita, yang telah diperjuangkan sejak tahun 60-an.
  • Meski dalam perjalanannya dilalui secara tertatih-tatih, hingga sejauh ini Bimbingan dan Konseling telah mampu menunjukkan berbagai kemajuan yang berarti, diantaranya yang paling mutakhir yaitu dengan didirikannya Program Pendidikan Profesi Konselor di Universitas Negeri Padang, Universitas Negeri Semarang, dan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Melalui pendidikan profesi konselor ini diharapkan dapat melahirkan tenaga-tenaga profesional dalam layanan Bimbingan dan Konseling sehingga pada gilirannya mereka dapat lebih diandalkan lagi dalam kontribusinya terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan dan semakin mewarnai peradaban kehidupan di negeri ini. Selain itu, belakangan ini sedang berkembang pemikiran tentang perluasan wilayah layanan, yang semula hanya bergerak dalam lingkup persekolahan, kini sudah mulai dipikirkan dan diterapkan dalam jangkauan wilayah garapan yang lebih luas, di luar setting persekolahan. Sungguh ini adalah sebuah kemajuan besar bagi perjalanan sebuah profesi dan tentu akan menjadi kemunduran besar (set back) dan ahistoris, apabila Bimbingan dan Konseling tiba-tiba harus terhempas dalam Kurikulum 2013. Kemunduran ini bukan hanya terjadi pada Bimbingan dan Konseling itu semata tetapi justru kemunduran sebuah peradaban di negeri ini.
  • Meminjam pemikiran Prof. Prayitno (2003) tentang periodesasi perjalanan Bimbingan dan Konseling di Indonesia, saya melihat bahwa hingga diberlakukanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), perjalanan Bimbingan dan Konseling telah memasuki tahapan TINGGAL LANDAS. Jika saya boleh mengelaborasi pemikiran Prof. Prayitno tersebut, maka tidaklah berlebihan jika saya mengatakan bahwa pada Kurikulum 2013 seharusnya Bimbingan dan Konseling sudah dapat memasuki tahapan KEMAPANAN (sebuah tahapan yang tampaknya belum sempat disebutkan oleh Prof. Prayitno,- maaf kalau saya keliru). Dalam tahapan KEMAPANAN ini, Bimbingan dan Konseling seyogyanya dapat hadir sebagai sebuah profesi yang bermartabat, sejajar dengan profesi lainnya yang telah mendapat pengakuan luas dari masyarakat. Tidak dipungkiri, dalam memasuki tahapan KEMAPANAN ini masih banyak persoalan dan tantangan yang masih menghadang, baik yang berkaitan dengan berbagai isu internal, seperti: keterbatasan tenaga Guru BK/konselor profesional, rendahnya kinerja Guru BK, rendahnya dukungan manajemen, dsb, maupun berbagai isu eksternal, sebagaimana disebutkan dalam Alasan Pengembangan Kurikulum 2013.
KEMAMPANAN BK
  • Memasuki tahapan KEMAPANAN dibutuhkan komitmen dan kerja holistik dari semua pihak yang terkait dengan layanan Bimbingan Konseling, khususnya dari 3 (tiga) pilar utama: yaitu: (a) pakar BK, yang terus berusaha mengembangkan keilmuan BK yang dapat ditransformasikan ke dalam praktik, (b) decision maker dari semua tingkatan manajemen (makro, messo, dan mikro, mulai dari kemendikbud, kepala dinas hingga kepala sekolah) untuk senantiasa memfasilitasi dan memberikan dukungan sistemik bagi tumbuh-kembangnya layanan bimbingan dan konseling sebagai sebuah profesi yang bermartabat, dan (3) praktisi, guru BK/konselor yang terus berusaha mengembangkan diri dan kompetensinya dalam rangka pemberian layanan profesionalnya kepada semua pihak yang dilayaninya. Ketiga pilar ini harus berjalan seirama dan tidak bisa mengandalkan pada salah satu pihak saja. Kurikulum 2013 sebagai salah bentuk kebijakan dari decision maker tingkat makro sudah seharusnya mampu mewadahi kepentingan guna terwujudnya tahapan KEMAPANAN ini. Dengan demikian, tampak terang bahwa tidak seharusnya Bimbingan dan Konseling menjadi termarjinalkan dalam Kurikulum 2013 dan berbagai kebijakan pendidikan lainnya.
  • Jika ditanya bagaimana formulasi yang tepat untuk memposisikan Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013? Kita serahkan saja kepada ABKIN sebagai organisasi yang menaungi kita. Disana tersedia para ahli dari berbagai sentra bimbingan dan konseling di Indonesia (Padang, Bandung, Malang, Yogyakarta, Semarang, dsb.) dan untuk kali ini kita berharap semoga mereka dapat bersepakat untuk menentukan formulasi terbaik yang bisa diberikan untuk negeri ini. Kurikulum 2013, bukanlah persoalan Bandung, Padang, Semarang, dan lainnya, bukan pula persoalan ego-ego individual, si A, si B atau lainnya, tetapi ini adalah persoalan kolektif perjalanan sebuah bangsa. Mari kita ambil Kurikulum 2013 sebagai momentum untuk semakin mengokohkan Bimbingan dan Konseling sebagai sebuah profesi yang mapan!
Begitulah gagasan sederhana dari saya terkait dengan Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013, saya percaya masih banyak gagasan Anda yang lebih indah dari sekedar apa yang saya sampaikan di atas. Silahkan Anda melengkapinya melalui forum komentar di bawah ini atau Anda bisa langsung menyampaikannya di website resmi Uji Publik Pengembangan Kurikulum 2013. Sekecil apapun pemikiran Anda, saya yakin akan sangat berharga bagi keberlangsungan dan kemajuan Bimbingan dan Konseling, khususnya dan kemajuan pendidikan kita pada umumnya. Semoga.
=========
Update dari: Ketua MGBK Nasional: Samsudin Omar
“Hari Minggu 2 Desember 2012 telah berkumpul pimpinan organisasi ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia), HSBKI (Himpunan Sarjana BK Indonesia), ABKIN, IBKS, MGBK Nasional, Pimpinan Prodi BK di PT Bandung, Malang, Jakarta, Palembang, Jogjakarta, dan stakeholder lainnya. Salah satu agendanya adalah merespon Kurikulum 2013 tentang Fungsi dan Peran BK di dalamnya. Hasil rumusan akan menampung semua usulan dari para pelaku Bimbingan dan Konseling di lapangan.. dan tgl 15 Desember 2012 akan berkumpul lagi di Jakarta bersama ABKIN..
Pada pertemuan itu disampaikan beberapa isu-isu pengembangan profesi konselor di era globalisasi (Dr.Titik Haryati, M.Pd, Dosen UHAMKA), isu-isu profesi Bimbingan dan Konseling di Indonesia, Muh. Farozin, Dosen UNY) dan Prof. Sunaryo, UPI Bandung)  menyampaikan beberapa entri point tentang  Posisi BK dalam Kurikulum 2013, salah satunya diperlukan buku Panduan Implementasi Kurikulum 2013 dalam konteks BK dan banyak lagi pendapat dari berbagai tokoh BK lainnya.
==================
read more
0 komentar

Peran Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013


“Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Kurikulum 2013”. Itulah tema masukan pemikiran dari Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia, terkait dengan kegiatan pengembangan Kurikulum 2013 yang saat ini sedang digodok pemerintah.
Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa dalam Draft Pengembangan Kurikulum 2013, posisi dan keberadaan Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013 masih tampak samar-samar. Barangkali atas dasar itulah, sejumlah pakar dan praktisi Bimbingan dan Konseling yang tergabung dalam Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia tergerak rasa tanggungjawabnya untuk berpartisipasi dalam rangka mensukseskan Implementasi Kurikulum 2013.

Perlu diketahui Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia adalah sejumlah pakar dan praktisi Bimbingan dan Konseling yang berhimpun dalam:
  1. Himpunan Sarjana  Bimbingan dan Konseling Indonesia (HSBKI), unsur Himpunan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
  2. Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Nasional  (MGBKN)
  3. Forum Komunikasi Jurusan/Program Studi  Bimbingan dan Konseling Indonesia (FK- JPBKI)
  4. Ikatan Bimbingan dan Konseling Sekolah (IBKS), divisi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
  5. Ikatan Pendidik dan Supervisi Konseling (IPSIKON), divisi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN),
Mereka telah melakukan serangkaian diskusi yang intens sehingga berhasil merumuskan pokok-pokok pikiran penting terkait dengan Peran Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013 untuk dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan Bimbingan dan Konseling.
Pokok-pokok pikiran tersebut mencakup:
  1. Hakikat Peminatan dalam Implementasi Kurikulum 2013
  2. Peran dan Fungsi Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013
  3. Eksistensi Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013
  4. Prinsip Dasar Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013
  5. Kerangka Program Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013
  6. Pengembangan Pedoman Bimbingan dan Konseling
  7. Penyiapan Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor Profesional
 =========
Jika Anda ingin mengunduh materi masukan dari Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia tentang Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Kurikulum 2013 ini, silahkan klik tautan di bawah ini:
(Catatan: materi ini  merupakan salah satu file dari 15 file yang saya peroleh dari Bapak Samsudin, M.Pd., Ketua Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Nasional.)
Info terkait bisa Anda lihat dalam tautan ini:
Dukungan dan Masukan Penyempurnaan Kurikulum 2013
==========
Refleksi:
  1. Setelah menyimak isi masukan yang sangat berharga ini, pada prinsipnya saya mendukung sepenuhnya apa yang disampaikan oleh Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. dan tentu saya berharap kiranya pemerintah dapat mengakomodirnya dalam bentuk kebijakan yang pasti tentang Bimbingan dan Konseling.
  2. Selanjutnya, saya dan teman-teman di lapangan sangat menunggu untuk segera terbit panduan atau pedoman operasional penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling yang utuh dan lengkap. Pengalaman yang sudah-sudah membuktikan kebijakan-kebijakan tentang Bimbingan dan Konseling seringkali “ketinggalan kereta”, dibandingkan dengan kebijakan yang berkaitan dengan pembelajaran.
  3. Bersamaan itu pula, saya yakin secara teknis (atau mungkin juga konseptual) terdapat perubahan-perubahan yang signifikan dalam penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Oleh karena itu, kegiatan pelatihan bagi para guru BK/Konselor dan Pengawas BK menjadi penting.                       
read more
0 komentar

Fungsi Bimbingan Konseling


Fungsi Bimbingan Konseling, Sebagaimana yang kita tahu bahwa konselor sekolah berfungsi untuk menangani masalah yang ada di sekolah baik berupa kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh siswa/siswa sekolah. disinilah peran bimbinga konseling diperlukan untuk membimbing atau menangani, menasehati siswa yang terlibat dalam suatu masalah,


Bimbingan Konseling Merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Menurut Sertzer dan Stone, bimbingan merupakan proses membantu orang perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Sedangkan konseling sendiri berasal dari kata latin “Consilum” yang berarti “dengan” atau “bersama” dan “mengambil atau “memegang”. Maka dapat dirumuskan sebagai memegang atau mengambil bersama.

Adapun beberapa fungsi dari bimbingan konseling yaitu:
  • Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
  • Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
  • Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
  • Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
  • Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
  • Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
  • Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
  • Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
  • Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
  • Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli
read more
0 komentar

Prinsip Dan Asas Bimbingan Konseling



Prinsip Dan Asas Bimbingan KonselingT erdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
  • Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
  • Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
  • Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
  • Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
  • Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
  • Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
  • Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
  • Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
  • Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
  • Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
  • Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
  • Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
  • Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
  • Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
  • Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
  • Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
  • Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor. http://aace.ncat.edu

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN

Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.

http://putusutrisna.blogspot.com/2010/11/fungsi-bimbingan-dan-konseling.html

BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.


read more